Senin, 17 Desember 2012

ANAK DAN RANGKING (Catatan atas Prestasi annakku di Kelas 1 di semester Ganjil)



Rangking 1 ya….anakku di sebut nomor urut ke 25 dari 28 anak, RIZQY BAHTIAR HP di Kelas IB SDN 1,3,6 Ungaran. Ehm.. ku dengar dengan baik satu persatu  nama teman sekelasnya di panggil sesuai dengan urutan absen, dan saat tiba giliran anakku di sebut dengan nama dan di akhir kalimat “RANGKING 1”.
Alhamdulillah ku ucap dalam hati, dan terus bersyukur atas prestasi yang di miliki oleh anakku. Dan di pagi hingga siang hari acara demi acara kelas ku ikuti dengan baik dan tak sabar segera memberitahu ke istriku dan anakku di rumah yang menunggu dengan gelisah.

Ku parkir kendaraan di garasi dan keluar dari sana dengan membawa raport hasil pendidikan selama semester ganjil anakku. Dengan agak malu-malu, anakku bertanya “ pak raportnya mana? Ehm aku rangking berapa?. “..ku jawab “sini nak” kepeluk dan kubisikkan dengan penuh kelembutan. “Terimakasih ya…mas Rizqy rangking 1”….sontak kaget dan berteriak keras….”horeee aku rangking 1”….yah itulah ekspresi ketika ku kabarkan berita ini. Istriku menyambut dengan menggendong si SEKAR…”Wah selamat ya nak”….”Makasih bu” …sambil melihat nilai nilai yang tertera di situ. Dan tak mau ketinggalan si HAIDAR “hore hore hore rangking satu”

Jadi teringat beberapa orang tua murid yang lain rata-rata bersikap rangking adalah segala galanya, bahkan ada yang sangat kecewa dan marah pada anaknya yang hanya mendapat nilai sedang-sedang saja, padahal yang aku tahu (dari cerita anakku) bahwa anak itu sudah mengikuti berbagai macam les yang sangat memadatkan hari-harinya. Anak itu juga katanya kadang tampak ketakutan dengan nilai ulangan hariannya yang hanya biasa-biasa saja. Tampaknya anak itu takut mengecewakan ibunya…atau takut dimarahi dan dihukum tidak boleh main selama seminggu..waduh kasihan yaa?

Memang sebenarnya sangat memprihatinkan bahwa masih banyak orang tua yang hanya hanya berorientasikan pada hasil dari belajar anaknya, bukan pada bagaimana proses belajar anak itu. Betapa beratnya beban yang harus dipikul seorang anak untuk dapat menyenangkan hati orang tuanya. Bagaimana seandainya sang anak sudah ngotot berusaha tapi tetap tidak mencapai standard yang ditetapkan orang tua? Dan bagaimana jika karena ketakutan untuk dimarahi akhirnya sang anak berpikir keras untuk mencari “jalan pintas” dengan menyontek misalnya?

Ada kejadian yang “cukup mengerikan” yang benar-benar memprihatinkan kala seorang anak yang nilai raportnya bagus-bagus, mampu masuk 10 besar, namun setelah dicek ternyata jawaban ulangannya adalah hasil nyontek! bagaimana ini? yah itu bisa terjadi karena memang untuk mencapai ranking tinggi seorang anak bisa melakukan apa saja. Namun untuk menjadi orang sukses dimasa depannya apakah ranking itu cukup membantu? Apakah dengan modal sebuah ranking yang tinggi di “hanya” diantara sekitar 40-50 anak lain seorang anak kelak di masa depannya di lingkungan yang lebih luas lagi akan mampu bersaing mencapai sukses diantara ribuan anak lain yang segenerasi dengannya?

Memang benar ranking bisa dipakai untuk memacu semangat anak untuk belajar semaksimal kemampuannya. Anak akan tahu sampai seberapa batas kemampuannya dihargai dan sampai seberapa tinggi kemampuannya dibanding teman-temannya. Namun jika orang tua hanya memakai ranking untuk sekedar mendapat hasil akhir (nilai tinggi) tanpa memikirkan dengan cara bagaimana hasil yang maksimal itu didapat (proses belajarnya) dan menghargai apapun hasil yang didapatnya, maka anak akan frustrasi saat mendapati nilai-nilainya tidak sesuai dengan harapan orang tuanya. Kalau sudah seperti itu hanya ada dua kemungkinan: mencari jalan pintas (menyontek) atau …yang memprihatinkan…anak menjadi depresi. Waduh ngeri ya?

Ada hal yang jauh lebih penting bagi seorang anak untuk mencapai suksesnya daripada sekedar berpacu mengejar ranking, yaitu ketekunan. Karena dengan ketekunan dan kemauan untuk terus berusaha berarti anak telah mempunyai investasi jangka panjang. Seorang anak yang selalu tekun tidak akan mudah menyerah dengan tantangan-tantangan yang lebih besar di depannya di kemudian hari. Lalu dimana peran orang tua? Hanya satu hal yang harus dilakukan, yaitu menghargai apapun hasil akhir dari perjuangan seorang anak untuk belajar semaksimal kemampuannya. Mau ranking 1, 2, atau 12, yang penting kita tahu anak kita sudah berjuang maksimal, kita harus menghargainya. Dengan demikian seorang anak akan dengan bangga juga menghargai hasil usahanya sendiri dan dengan wajah ceria berangkat ke sekolah tanpa beban apapun, karena ia yakin bahwa kita selalu mendukung perjuangannya apapun hasil yang diperolehnya nanti.

Kesuksesan anak kita tidak bisa dicapai hanya dengan memacu ranking di sekolah, jauh lebih penting adalah bagaimana mendorong anak untuk tekun berusaha sebatas kemampuannya (ini penting karena kemampuan tiap anak berbeda-beda), dan akhirnya apapun hasil yang didapatnya haruslah kita hargai. Akhirnya kelak anak kita akan terbiasa untuk selalu tekun dalam memperjuangkan cita-citanya. Apa lagi yang lebih membahagiakan kita sebagai orang tua selain itu?

Beruntung sekali saya dikaruniai anak-anak seperti mereka, deretan kata syukur yang tiada habisnya kuucapkan kepada Allah atas karunia ini…. dan lantunan doaku selalu untuk mereka..
“ROBBANA HAB LANA MIN AZWAJINA WA DZURRIYATINA QURROTA A’YUN, WAJ’ALNA LILMUTTAQINA IMAMAA.” (Wahai Robb kami, karuniakanlah pada kami dan keturunan kami serta istri-istri kami penyejuk mata kami. Jadikanlah pula kami sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa) (QS. Al Furqon:74)

Terimakasih anakku, bangganya memilikimu….

salam dari Bapak , Ibu  dan Adik – adik mu…(HAIDAR & SEKAR)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar